Mengutip Booklet Tambang Nikel 2020 Kementerian ESDM, diketahui Indonesia memiliki 4,5 miliar ton cadangan nikel dengan 1,8 miliar ton terbanyak berada di Sulawesi Tengah. Memahami peluang yang bisa diraih dari banyaknya cadangan nikel ini, Indonesia pun bergegas menuju program hilirisasi industri,
Namun di tengah gairah positif menuju perekonomian Tanah Air yang lebih baik, terdapat sejumlah problematika yang mengintai sumber daya alam nikel tersebut, yaitu penambangan ilegal yang melibatkan politikus, pejabat, pengusaha, hingga mantan aktivis.
Semua ini diawali dari penelusuran investigatif sebuah media massa di Indonesia yang baru-baru ini, menguak bahwa ada beberapa perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tengah yang tak memiliki persetujuan pencadangan wilayah, yang merupakan syarat masuk ke Minerba One Data Indonesia (MODI) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Penelusuran investigatif tersebut berlanjut kepada salah satu perusahaan Karlan Azis Manessa, yang biasa dikenal sebagai Haji Karlan. Serangkaian hasil investigatif menguak keterlibatan perusahaan Haji Karlan sebagai salah satu dari sejumlah perusahaan yang memakai dokumen palsu. Bahkan tak hanya perusahan Karlan, setidaknya ada 12 perusahan nikel di Sulteng yang diduga mendapat izin dengan cara serupa.
Selain Karlan, ternyata kekacauan di bisnis pertambangan nikel juga menyangkut Anggota Komisi Hukum DPR yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum salah satu partai politik, Ahmad Ali atau akrab disapa Mat Ali juga disebut memiliki cap palsu di dokumen perusahaan nikel miliknya yaitu PT Graha Mining Utama.
Sama seperti kasus Haji Karlan, perusahaan nikel milik Mat Ali memang memiliki dokumen persetujuan pencadangan wilayah tambang nikel untuk perusahaan nikel PT Graha Mining Utama yang terbit pada 31 Juli 2008. Kala itu, Dinas Pertambangan dan Energi sudah berubah nama menjadi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, dokumen ini diduga bercap palsu.
Mat Ali pun menyatakan bahwa untuk mengetahui dokumen perusahaan tambang nikel miliknya palsu atau tidak, harus melakukan verifikasi kepada pemerintah Kabupaten Morowali. Masalahnya, Pemkab Morowali tidak dapat melakukan kroscek, karena buku perizinan tambang milik Mat Ali termasuk salah satu barang bukti yang disita kala dirinya tersandung masalah korupsi perizinan tambang nikel di Sulawesi pada 2012 lalu.
Kok Bisa Berdokumen Palsu?
Aksi suap-menyuap ini diakui oleh Bupati Morowali periode 2008-2017, Anwar Hafid yang mengakui telah ada dan berkembang pada masa jabatannya. Beberapa pengusaha juga bercerita bahwa mereka perlu merogoh kocek senilai Rp5,5 miliar agar bisa masuk ke MODI lewat jalur pendapat hukum.
Uang panas tersebut biasa disebar ke berbagai pihak, dari mulai DESDM Sulteng, Kejaksaan, hingga pejabat di kementerian ESDM. Karena, untuk masuknya suatu perusahaan ke daftar MODI juga diperlukan pengesahan izin pertambangan nikel dari beberapa lembaga terkait yaitu Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Usaha Tata Negara, dan Ombudsman.
Bahkan, uang suap untuk Bupati juga disiapkan terpisah sebagai imbalan atas kelancaran pembuatan surat pengantar dokumen pelengkap persyaratan permohonan opini hukum.
Setelah memahami bagaimana bisa dokumen perusahaan tambang nikel bisa bercap palsu, tentunya hal in bisa mengakibatkan kerugian, tak hanya bagi masyarakat, namun juga bagi pihak-pihak yang sudah taat melakukan kegiatan pertambangan hingga program hilirisasi nikel, karena memiliki visi seirama, untuk mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi global supply chain untuk produk mineral nikel.
Discussion about this post