Menko Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya buka suara terkait keterlibatan dirinya dalam bisnis tes PCR yang ternyata bisa mendulang triliunan rupiah di masa pandemi. Lewat unggahan Instagram Story-nya, dirinya mengaku tak pernah ambil untung dari bisnis tes usap PCR ala PT GSI.
“Saya tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia,” tulis Luhut di akun Instagram pribadinya, @luhut.pandjaitan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan partisipasinya bersama dengan perusahaan yang lain seperti Grup Andika, Adaro, Northstar, dan lain-lain adalah semata-mata untuk membantu kesulitan Indonesia dengan penyediaan tes PCR dalam kapasitas besar di awal pandemi Covid-19. Dan, seluruh pemegang saham tidak ada yang mengambil profit.
Luhut mengatakan bahwa pengadaan tes PCR oleh PT GSI ini tidak bisa diberikan secara gratis karena ini adalah bentuk kewirausahaan sosial. Seolah menegaskan bahwa di balik aksinya membantu, ia dan kawan kawannya tetap ingin berwirausaha.
Luhut pun berdalih bahwa keuntungan yang didapat oleh GSI diberikan juga ke masyarakat dalam bentuk tes swab gratis, untuk tenaga kesehatan, dan RSDC Wisma Atlet.
Namun hingga kini RSDC Wisma Atlet belum bersuara terkait apakah benar perusahaan Luhut dan PT GSI membantu kegiatan operasional di RSDC Wisma Atlet.
Publik Masih Tak Percaya
Mendengar klarifikasi Luhut di Instagram, publik tidak langsung percaya begitu saja. Beragam kejanggalan-kejanggalan ditemukan, terutama perihal mengapa ketika melakukan kegiatan amal kepada masyarakat, dirinya tetap memakai nama perusahaan?
Publik juga makin bertanya-tanya dengan jawaban inkonsisten dari seorang Luhut. Waktu awal-awal dalam klarifikasinya, Luhut menegaskan bahwa ia tidak mengambil keuntungan sama sekali dari bisnis tes PCR tersebut. Namun, beberapa hari kemudian Luhut menyatakan bahwa keuntungan dari bisnis tes PCR ini diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.
Padahal, jika Luhut membuat yayasan ketimbang bergerak dengan nama perusahaan, ia bisa menggandeng pihak pemerintah untuk ikut mengontrol penyelenggaraan tes Covid-19. Toh, pandemi ini adalah masalah nasional bahkan dunia, sudah seharusnya negara yang berada di garda terdepan untuk menyelesaikannya.
Begitupun dengan serangkaian tes untuk menguji keberadaan virus Covid-19 di manusia. Screening dan tracing adalah kunci penting menghadapi pandemi. Luhut pun juga pernah berkata begitu kala dirinya minta maaf tentang tidak maksimalnya PPKM Jawa-Bali pada bulan Juli lalu.
Luhut Resmi Dilaporkan ke Penegak Hukum
Buntut dari kasus ini sudah memasuki babak baru. Luhut dan pejabat lainnya yang berada di pusaran bisnis tes PCR sudah dilaporkan masyarakat, tidak hanya ke KPK namun juga BPK dan DPR.
Semua ini berkat putusan MK terbaru di UU No. 2 tahun 2020 tentang Perppu Covid-19 terutama di ayat (1) Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 di pasal 27 UU Nomor 2 tahun 2020. Kini sudah inkrah mengatakan bahwa tak ada pejabat yang bisa kebal hukum, terutama jika itu terkait penyelewengan dana di masa pandemi Covid-19.
Dengan adanya perubahan ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan institusi penegak hukum seperti KPK maupun Polri, dapat melakukan penyelidikan jika adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat atau negara.
Pasalnya, sejumlah pihak juga menilai tindakan Luhut tidak hanya korupsi dan makan uang diatas penderitaan rakyat namun juga nepotisme. Para pebisnis tes PCR bisa berbisnis lancar hingga dulang triliunan rupiah karena ada campur tangan Luhut sebagai menteri.
“Apa yang dilakukan tentu melanggar UU Nomor 29 tahun 1999 soal Penyelenggaraan Bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),” ujar Trubus Rahardiansyah. Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti.
Discussion about this post