Sebagai seorang pemerhati di bidang pertambangan Indonesia, ada beberapa hal yang akhir-akhir ini membuat saya tergelitik untuk menulis lagi. Hal yang menggelitik tersebut datang dari fenomena pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP). IUP dicabut ini dilakukan dengan gencar oleh pemerintah sejak awal tahun 2022.
Bermula dari awal tahun 2022, pemerintah melalui Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melakukan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada 2.065 industri tambang di Indonesia. Lalu, pada Agustus 2022, BKPM merevisi alias memulihkan sekitar 75 hingga 80 IUP industri pertambangan. Pemulihan tersebut muncul setelah beberapa perusahaan melayangkan protes kepada pemerintah.
Sayangnya, tindakan pemulihan ini menjadi terkesan seperti pengendoran ketegasan dari pemerintah dan menjadi tanda bahwa pemerintah kurang teliti dan tepat dalam proses screening ketika melakukan pencabutan IUP. Di mana konsistensi dari pemerintah yang beberapa bulan lalu gencar untuk mencabut IUP?
Ditambah pula dengan pertanyaan dari BKPM pada pertengahan Agustus 2022. Dilansir Detik Finance, Bahlil memaparkan bahwa dalam pencabutan IUP tersebut ada “kekhilafan” dari pemerintah dan sudah terverifikasi, maka pemerintah akan melakukan perbaikan. Namun, perusahaan tidak bisa meminta review pencabutan dan hanya boleh mengajukan keberatan.
Jika perusahaan tak bisa mendapatkan review pencabutan dan hanya boleh mengajukan keberatan, bagaimana perusahaan tersebut bisa melakukan evaluasi atas apa yang harus diperbaiki dan diberikan ke pemerintah terkait IUP? Mengapa pemerintah seakan membuat pebisnis tambang dan masyarakat bertanya-tanya?
Beredar kabar pula, beberapa IUP yang dicabut bisa dipulihkan lagi dengan pemilik yang sudah berganti. Lalu, ada pula permintaan ‘bantuan’ dari ordal atau ‘orang dalam’ agar IUP bisa dipulihkan. Benar atau tidak kabar ini, tentu sangat menyayat hati saya. Sebab, di negara bernegara dengan landasan hukum, mengapa masih ada pelanggaran yang begitu lestari?
Padahal berbisnis bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi di industri tambang. Bisnis industri pertambangan khususnya skala besar tak sekadar melibatkan satu atau dua orang. Namun perihal harkat dan martabat dari banyak lapisan seperti investor, pebisnis, pemerintah hingga masyarakat. Apakah pemerintah sedang ‘bermain-main’ dengan UU pertambangan yang telah dirangkai sebelumnya? Atau, ketidakpahaman akan kondisi industri pertambangan Indonesia sedang terjadi di pemerintah?
Sebagai pemerhati, saya pun juga bisa merasakan keresahan. Itulah yang saya rasakan saat ini. Dalam hati saya bertanya, apakah pemerintah sudah memahami keresahan ini, yang notabene juga dirasakan oleh pelaku bisnis industri? Sudahkah pemerintah melakukan komunikasi dua arah secara keseluruhan dengan pebisnis tambang? Semoga harapan baik saya bisa benar-benar terjadi. Agar para pebisnis hingga investor, bahkan masyarakat bisa merasakan ketenangan, bukan kegaduhan yang membingungkan.
Discussion about this post