Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah menyoroti kasus bisnis PCR yang melibatkan pejabat negara di pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir saat pandemi Covid-19 berlangsung. Dirinya menyebutkan bahwa bisnis PCR turunkan standar etika pejabat negara.
Para pejabat tersebut dianggap seperti sebuah bisnis yang mengambil keuntungan besar dari adanya pandemi. Sehingga mana negara dan mana pasar tidak bisa lagi dibedakan.
Bahkan Fahri menganggap bahwa duduk persoalan yang berusaha dijelaskan oleh juru bicara dari kedua pejabat tersebut hanya menambah runyam pengertian institusi dan personal karena minimnya pengetahuan.
Kemudian lanjutnya, muncul pembelaan bahwa bisnis tersebut tidak mengambil untung dan justru untuk membantu rakyat selama pandemi.
Menurut pandangan Fahri, hal tersebut menjadi kesalahan yang fatal dan seharusnya tidak bisa dibenarkan jika memakai nalar dan etika bernegara. Karena apabila penjelasan pejabat tersebut tidak ditelaah dengan baik maka dapat dianggap sebagai sesuatu yang benar sehingga berharap untuk dimaklumi.
Sedangkan, fungsi pejabat dan pengusaha jelas berbeda. Menurutnya, pejabat adalah regulator dan pengusaha adalah operator. Jadi, keduanya tidak boleh melekat menjadi satu dalam diri seseorang.
Selain itu, pejabat negara juga dilarang untuk berbisnis dalam peraturan pemerintah dan juga etika pejabat negara.
Menyikapi permasalahan itu, Presiden Jokowi Widodo diingatkan oleh Fahri untuk berani mengevaluasi dan bersikap tegas terhadap jajaran menterinya yang mengabaikan etika pejabat negara
Menanggapi hal yang sama, Deputi Advokasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Hadi Purwanto menambahkan bahwa di masa pandemi seperti ini seharusnya para pejabat tidak memperkaya diri mereka sendiri.
Ketua DPP Media Indonesia Online (MIO) itu juga menilai kebijakan dari tes PCR yang digunakan sebagai syarat perjalanan terkesan dipaksakan. Perekonomian masyarakat bisa berpotensi mati.
Dirinya pun menduga ada tujuan yang dirahasiakan dengan menguntungkan sebagian pihak dan merugikan masyarakat.
Hadi menyarankan, agar polisi dan KPK tidak ragu untuk memproses kasus bisnis PCR dengan pejabat yang terlibat dan melanggar hukum. Karena Hadi Purwanto menilai Luhut bisa menimbulkan kegaduhan dan marwah Presiden yang menurun.
Ia berharap terkait dengan polemik ini, Presiden Joko Widodo dapat mengambil sikap karena rakyat akan mempertanyakannya.
Tanggapan yang tidak boleh terlewatkan juga datang dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia). Mereka mendesak para pejabat yang terlibat dalam kasus bisnis PCR tersebut agar diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo.
Mirah Sumirat selaku Presiden Aspek Indonesia mengatakan, dugaan adanya konflik kepentingan sangat terlihat jelas dari Luhut yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP PEN) serta Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali.
Namun, disisi lain Luhut berperan sebagai pihak yang berwenang mengatur kebijakan penanggulangan Covid-19. Sehingga dugaan tersebut ditujukan kepadanya karena dapat mengatur agar menguntungkan bisnisnya.
Pihaknya menegaskan agar bisnis PCR yang dianggap memalukan tersebut dapat diusut dengan tuntas.
Keprihatinan juga dirasakan olehnya lantaran para pejabat yang justru mengambil keuntungan dari rakyat di tengah pandemi sedangkan rakyat menderita, jutaan pekerja dirumahkan dan di-PHK, hingga banyak perusahaan gulung tikar.
Aspek Indonesia pun meminta segala kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama pandemi agar dihentikan dan tidak mempersulit masyarakat lagi serta mematikan ekonomi masyarakat kalangan bawah.
Discussion about this post