Bisnis PCR masuk penyelidikan oleh beberapa aparat penegak hukum seperti KPK, BPK hingga DPR. Wajar saja, skandal tersebut dinilai memeras rakyat di kala pandemi, sejumlah organisasi masyarakat hingga politisi melaporkan para pejabat negara tersebut.
KPK hingga kini masih melakukan pengumpulan sejumlah bukti. Sembari menunggu KPK bekerja, segenap tokoh publik bersuara demi upaya mendorong kinerja KPK dalam penyidikan.
Salah satu tokoh publik yang bersuara datang dari Dosen Paramadina Graduate School of Diplomacy-Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Ahmad Khoirul Umam. Dirinya menyebut bahwa ada sebuah cara agar KPK dapat menghukum kedua pejabat negara tersebut.
Khairul Umam memberikan contoh kasus impor daging yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Presiden PKS. Dalam kasus ini, impor tersebut memang tidak merugikan uang negara, namun KPK bisa melihat dari sisi trading in influence dan kemudian menuntut Luthfi Hasan Ishaaq dengan itu.
“Karena yang dilakukan oleh beliau (Luthfi Hasan Ishaaq) dalam kapasitas sebagai Ketua Umum partai, melakukan jual beli bisnis daging impor sapi. Kemudian konteks dari KPK ini berimplikasi pada kepentingan umum, dalam konteks ini adalah sektor strategis yaitu pangan nasional,” kata Umam saat menjadi narasumber di platform Twitter Spaces dengan ajuk disku “Pandemi & Kebijakan Pemerintah: Evaluasi 2021” Rabu malam (24/11)
Sebagai informasi, trading in influence adalah salah satu pola korupsi yang disebutkan dalam Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 perihal Tindak Pidana Korupsi.
UU tersebut mengatakan bahwa setiap orang yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara lewat aksinya yang memperkaya dan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi dan juga menyalahgunakan wewenang, sarana atau kesempatan karena jabatan atau kedudukan dapat dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 puluh tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta.
Khairul Umam mengatakan bahwa bisnis PCR dikalangan pejabat mengindikasi hal dugaan korupsi pula. Demikian, mereka bisa dijerat klausul yang sama seperti yang digugatkan KPK kepada Luthfi Hasan Ishaaq.
“Nah kalau PCR, kita itu sudah dua tahun (pandemi). Saya kemarin waktu positif itu sampai 3-4 kali PCR. Harga Rp 700-800 ribu, sekarang kemudian menjadi (sekitar) Rp 200 ribu. Ada gap yang begitu besar, kali sekian juta (yang diperiksa). Itu angkanya luar biasa,” ungkapannya.
Selain itu, pasti ada kickback dalam berbagai bentuk yang memunculkan dugaan korupsi menurut Khairul Umam dalam bisnis PCR oleh pejabat tersebut. Pasti juga ada konflik kepentingan kala penentuan satuan standar harga termasuk soal vaksin.
Discussion about this post